Recent Posts

Friday, August 5, 2011

AHLI ILMU lebih Ditakuti Syetan daripada AHLI IBADAH

by Yoga Pitung Trengginas on Thursday, August 4, 2011 at 11:44am
 
Assalaamu'alaikum...

Yang dimaksud dengan ahli ilmu (orang alim) disini adalah orang yang mempunyai pemahaman agama dengan baik atau mumpuni, dan pengetahunya itu dipraktikkan dalam sikap, prilakunya serta ibadahnya sehari-hari. Sedang yang dimaksud dengan ahli ibadah (orang yang banyak ibadahnya) adalah orang yang kuat dan banyak ibadahnya, namun ibadah yang ia lakukan tidak didasari dengan ilmu syari’at. Ia melakukan ibadah dengan mengikuti perasaan dan naluri saja, atau hanya ikut-ikutan orang-orang awam yang ada di sekitarnya.

Di hadapan ilmu, manusia terbagi dalam empat kategori.

Pertama, manusia yang punya ilmu dan ia sadar akan ilmu yang dimilikinya, sehingga ia mempraktikkan ilmu itu dalam sikap dan perilaku kesehariannya. Kita patut belajar kepada orang yang masuk dalam kategori ini, karena ia adalah ‘alim dan ‘ amil.

Kedua, manusia yang punya ilmu tapi ia tidak sadar akan ilmu yang dimilikinya, sehingga sikap dan perilakunya menyimpang jauh dari ilmu yang dimilikinya. Perbuatannya tidak sejalan dengan ucapannya. Kita patut mengingatkan orang yang masuk dalam kategori ini, karena ia sedang lalai akan kewajibannya.

Ketiga, manusia yang tidak punya ilmu (bodoh) tapi ia sadar akan kebodohannya, sehingga prilakuknya terkadang benar terkadang salah. Ia bertindak berdasarkan naluri dan perasaannya, atau hanya ikut arus yang ada. Kita patut mengajari orang yang masuk dalam kategori ini, agar ia punya bekal dan pedoman yang benar untuk menghindari kesalahan dalam perilakunya.

Keempat, manusia yang tidak punya ilmu (bodoh) tapi ia tidak menyadari kebodohannya, sehingga ia enggan menerima  masukan dan nasehat orang-orang yang ada di sekitarnya, karena ia merasa tidak butuh nasehat. Kita patut waspada dengan orang yang masuk dalam kategori ini. Jika kita tidak punya bekal dan semangat untuk memperbaikinya, lebih baik kita menjauhinya agar tidak terkena imbasnya.

ILMU AGAMA SEBAGAI PENANGKAL TIPUDAYA SYETAN
Syetan mempunyai banyak senjata untuk menggoda dan menjerumuskan manusia sebagai anak cucu Adam. Dari yang paling halus dan memperdaya obyeknya sampai yang paling kasar dan frontal. Yaitu dengan jelas-jelas, syetan menyeru dan menyuruh manusia untuk berbuat maksiat.

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syetan ketika dia berkata kepada manusia, ‘kafirlah kamu’. Maka tatakala manusia itu telah kafir, ia berkata, ‘Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam.” (QS. al-Hasyr : 16)

Sedangkan senjata syetan yang masuk kategori halus adalah “Talbis”. Dengan senjata ini syetan menyamarkan kejahatan dalam kemasan menarik sehingga tampak oleh obyeknya bahwa yang dikemas itu adalah kebaikan. Syetan hadir sebagai sosok malaikat, guru besar, orang alim lalu memberikan nasehat-nasehat kebaikan. Kemudian ia mengiring obyeknya itu ke lembah kemaksiatan dan kesyirikan.

Kalau obyeknya tidak waspada dan terkecoh dengan kamuflase yang ada, maka ia akan menjadikan syetan sebagai penasehatnya, menganggap syetan sebagai malaikat yang diturunkan Allah untuk menyampaikan wahyu kepadnya. Syetan akan menyuruh obyeknya untuk melakukan kemasiatan berdasarkan “wahyu baru” yang diterimanya. Godaan syetan yang ada dianggap rahmat dan mu’jizat dari Allah. Lalu cepat atau lambat obyek tersebut menobatkan dirinya sebagai nabi baru, untuk memperbaiki atau meralat ketentuan syari’at yang sudah berlaku.

Simaklah talbis syetan yang pernah dihadapi oleh Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Talbis itu begitu halus dan dikemas dengan kebaikan serta disampaikan dengan cara elegan. Kalau kita tidak jeli dan tidak punya pemahaman agama yang mendalam, pasti kita akan terjebak dan terjerembab dalam perangkat syetan tersebut.
Dalam kitab Mashaibul Insan diceritakan, “Syekh Abdul Qadir al-Jailani berkata, ‘Dalam suatu perjalanan, aku merasakan cuaca yang sangat panas, hampir saja aku mati kehausan. Lalu datanglah awan menaungiku, dan angin terasa datang bergerak menghembus tubuhku, dan ludah pun terasa mengalir di mulutku.

Di saat yang menyenangkan itu, tiba-tiba aku mendengar suara, “Wahai Abdul Qadir, Aku adalah Tuhanmu”. Maka akun menyahut, ‘Engkau Allah ? Tiada Tuhan selain Engkau”. Lalu ia memanggilku lagi, “wahai Abdul Qadir, Aku adalah Tuhanmu. Aku halalkan apa yang telah diharamkan”. Aku segera membentaknya, “Engkau pendusta, engkau adalah syetan.”

Awan hitam itu pun berhamburan. Lalu aku mendengar suara di belakangku dengan nada bergera, “Wahai Abdul Qadir, kamu telah selamat dari tipudayaku, karena pemahaman agamamu yang dalam. Sebelumnya aku telah mengelincirkan 70 orang dengan cara ini.”

Ada yang bertanya kepada Syekh Abdul Qadir, “Bagaimana kamu mengetahui bahwa adalah syetan”? Abdul Qadir menjawab, “ Barang siapa yang berkata, ‘ telah aku halalkan bagimu ini dan itu, maka engkau dapat memastikan bahwa ia adalah syetan. Karena sepeninggalkan Rasulullah, tidak ada lagi yang berhak menghalalkan apa yang telah diharamkan.” (Musibah Akibat Tipuan Syetan : 145-146).

Sungguh cerita di atas merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Jangan mudah terpedaya oleh bujukrayu dan tipudaya syetan. Baru shalat malam beberapa kali saja, sudah mengaku bahwa malaikat jibril telah turun kepadanya. Atau shalat lima waktunya belum genap, kemudian mengaku mendapatkan wahyu saat menjalani  semedi yang diperintahkan gurunya disebuah gua. Di sinilah pentingnya pemahaman agama yang mendalam agar kita punya parameter dan filter yang kuat untuk menghadapi tipudaya syetan.

SYETAN LEBIH SULIT MENGGELINCIRKAN AHLI ILMU DARIPADA AHLI IBADAH
Rasulullah pernah menyatakan,”…Keutamaan orang yang berilmu dibanding orang yang ahli ibadah laksana keutamaan bulan dibanding seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama’ adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham (harta), tapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang bisa memiliki ilmu tersebut, berarti ia telah memiliki keuntungan yang sangat banyak.” (HR Ahmad Abu Daud dan Ibnu Majah). Sedangkan dalam riwayat lain, “Keutamaan orang yang berilmu dibanding orang yang ahli ibadah, seperti keutamaanku atas orang yang paling awam di antara kalian….” (HR Tirmidzi).

Dengan ilmu agama yang dimiliki, manusia bisa mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil. Dengan pemahaman akidah yang dalam manusia bisa mengetahui jebakan-jebakan syetan yang bisa merusak akidah itu sendiri. Dengan ilmu syari’at yang memadai , manusia bisa beribadah kepada Allah SWT dengan cara yang benar. Dengan ibadah yang benar serta ikhlas, manusia bisa mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhkan dirinya dari tipudaya syetan.
Abu Hurairah dalam hadits marfu’nya menginformasikan “Sungguh, seorang faqih (orang yang mumpuni agamanya) lebih sulit bagi syetan daripada seribu ahli ibadah.” (Adabul Imal’ wal Istimla’: I/60).

Seorang ulama’ hadits yang bernama Muhammad Abdulrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri mengatakan “Karena orang yang alim dengan ilmunya, ia tidak mudah terkecoh, bahkan akan menolak tipudaya syetan. Ia senantiasa mengajak manusia kepada kebaikan. Dan hal itu tidak dijumpai pada diri orang yang ahli ibadah.”
“Atau maksudnya adalah banyak tipudaya syetan yang berhasil dimentahkan atau ditolak orang  yang alim. Setiap syetan akan menjebak dan menggelincirkan manusia, orang alim datang dan menjelaskan akan tipuidaya tersebut. Akhirnya manusia-manusia itu terhindar dari perangkap dan tipudaya syetan. Sedangkan orang yang ahli ibadah biasanya sibuk dengan ibadahnya. Karena tidak  dilandasi ilmu, akhirnya ia tidak merasa bahwa ibadahnya itu salah dan ia telah terjebak dalam ttipudaya syetan.” (Tuhfatul Ahwadzi: 7/ 374).

Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya syetan pernah berkata kepada Iblis,’Wahai tuan kami, kami merasa gembira atas kematian orang yang alim (berilmu), namun kami sangat sedih dengan kematian seorang yang banyak ibadahnya. Karena orang alim itu tidak memberi kesempatan kepada kami, dan dari orang yang banyak ibadahnya  kami mendapatkan banyak kesempatan dan bagian yang banyak darinya.”
“Iblis  berkata, pergilah kalian! Lalu merekapun pergi kepada orang yang banyak ibadahnya. Tatkala mereka datang, ahli ibadah itu sedang beribadah. Syetan-syetan itu berkata kepadanya,’Apakah Tuhanmu berkuasa untuk menciptakan dunia ini dalam sebutir telur’. Si ahli ibadah menjawab,’Saya tidak tahu’. Iblis berkata kepada syetan, ‘Tidakkah kamu melihat bahwa itu adalh jawaban yang kufur’?”

“Kemudian syetan-syetan itu mendatangi seorang alim (ahli ilmu) dalam majlis ta’limnya. Syetan-syetan itu berkata, ‘kami ingin bertanya kepadamu’. Syetan berkata, ‘Apakah Tuhanmu mampu menjadikan dunia ini dalam sebutir telur?’ Si alim menjawab, ‘Ya’ Syetan menyangkal,’Bagaimana bisa?’ Si alim menjawab, ‘Dia hanya mengatakan, ‘Jadi-lah’, maka akan terjadi’. Lalu Iblis berkata kepada syetan-syetan,’Tidakkah kamu melihat, bagaimana ia mampu menahan hawa nafsunya, dan ia mampu menangkal tipudayaku dengan ilmu agamnya’.” (Musibah Akibat Tipuan Syetan: 147)

Marilah kita bekali diri kita dengan ilmu syari’at, agar kita tidak gampang dipermainkan oleh syetan, syetan manusia atau syetan jin. Agar kita mengetahui jalan kebenaran, dan meninggalkan tradisi atau budaya yang menyimpang. Supaya kita tidak menyesal di hari kemudian.

Sebagaimana yang digambarkan al-Qur’an, “Allah berfirman, ‘Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu’. Setiap satu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawanya (yang telah menyesatkannya). Sehingga apabila mereka masuk semuanya, berkatalah orang yang masuk kemudian kepada orang-orang yang masuk terdahulu, ‘Ya tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.’ Allah SWT berfirman,’Masing-masing mendapatkan siksa yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” (QS. al-A’raf: 38).
 

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More